Senin, 03 Oktober 2011

Asuhan Kebidanan Pada Ny.ˮYˮ GII P1001 UK 38 Minggu Inpartu Kala 1 Fase Aktif Akselerasi Dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) Di RSUD Kertosono-Nganjuk


BAB I
PENDAHULUAN


1.1.      Latar Belakang
Ketuban pecah dini merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang paling sering dijumpai. Pada kondisi normal, ketuban pecah pada akhir kala I persalinan. Apabila terjadi sebelum awal persalinan, disebut ketuban pecah dini (KPD). Ketuban pecah dini atau premature rupture of membrane (PROM) merupakan rupture membrane fetal sebelum memasuki persalinan. Sebagian besar kasus ini terjadi pada waktu mendekati kelahiran, tetapi saat ketuban pecah sebelum masa gestasi 37 minggu, maka disebut preterm PROM atau ketuban pecah dini preterm. (http://www.indogamers.com/showthread.php?t=12429&page=1).
1
Insidensi KPD mendekati 10% dari semua persalinan, dan pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu, angka kejadiannya sekitar 4%. Sebagian dari KPD mempunyai periode lama melebihi satu minggu. (http://whandi.net/etiologi-dan-mekanisme-kpd-ketuban-pecah-dini.html). Ketuban pecah dini berhubungan dengan 30 hingga 40% persalinan preterm dimana sekitar 75% pasien akan mengalami persalinan satu minggu lebih dini dari jadwal. (http://www.indogamers.com/showthread.php?t=124 29&page=1). Di Indonesia pada tahun 2009 Angka kematian Ibu Masih Tinggi, pemerintah belum mampu mengatasi tingginya angka kematian ibu (AKI) yang 228 per 100.000 kelahiran hidup. Departemen Kesehatan menargetkan angka kematian ibu pada 2010 sekitar 226 orang dan pada tahun 2015 menjadi 102 orang per tahun. (http://www.pdfssearch.com/Angka-Kematian-Ibu-Melahirkan-(AKI)#). Angka Kematian Ibu (AKI) dan bayi di Jawa Timur di tahun 2009 menurun. Untuk kematian bayi berdasarkan data Dinas Kesehatan tahun 2007, sebanyak  854 ribu kematian atau sekitar 35 persen 1.000 bayi meninggal per tahun. Angka ini menurun menjadi 32,8 persen di tahun 2009 atau 246 ribu bayi meninggal. Tahun 2014, angka kematian bayi ditarget turun 26  persen. Sementara untuk AKI, selama 2009 sebanyak 260 ibu meninggal setiap 10.000 kelahiran per tahun. Angka ini menurun dibanding 2007, yakni 320  ibu meniggal setiap 10.000 kelahiran per tahun. Tahun 2015, ditarget AKI turun sampai 112 orang. (http://www.jatimprov.go.id/index.php? option=comcontent&task=view&id=7024&Itemid=2). Menurut data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) di Kabupaten Nganjuk mencatat AKI pada tahun 2009 adalah 58 per 100.000 kelahiran hidup. (http://typecat.com/pemantauan-kematian-ibu-dan-kematian-bayi-baru-lahir-melalui-...). Sedangkan AKI di RSUD Kertosono tahun 2009-2010 tercatat adalah 23,43 per 10 ribu kelahiran hidup. Di RSUD Kertosono-Nganjuk tahun 2010 didapatkan jumlah persalinan 526 orang dengan rincian persalinan fisiologis 8,94 % (47 orang), persalinan SC 23,95 % (126 orang) atas indikasi: permintaan sendiri (APS), letak sungsang, kala II memanjang, letak lintang, antepartum bleeding (APB), kala I memanjang, sedangkan persalinan patologis 67,11 % (353 orang) yang terdiri dari kala I memanjang 6,08 % (32 orang), kala II memanjang 3,23 % (17 orang), post date 13,69 % (72 orang), KPD 22,24 % (117 orang), letak sungsang 8,74 % (46 orang), PEB 3,99 % (21 orang), PER 9,12 % ( 48 orang). (Rekam Medik RSUD Kertosono-Nganjuk Tahun 2010).
Menurut Hossam, Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya/ rupturnya selaput amnion sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion sebelum usia kehamilan 37 minggu dengan atau tanpa kontraksi. (Mitayani, 2010: 74). Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan atau adanya tanda-tanda persalinan. Mekanisme ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh tetapi bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. (Prawirohardjo, 2008: 677). Penyebab pasti dari KPD ini belum jelas. akan tetapi, ada beberapa keadaan yang berhubungan dengan kejadian KPD ini, diantaranya adalah sebagai berikut: trauma: amniosintesis, pemeriksaan pelvis, dan hubungan seksual, peningkatan tekanan intrauterus, kehamilan kembar, atau polihidramnion, infeksi vagina, serviks atau korioamnionitis streptokokus, serta bakteri vagina, selaput amnion yang mempunyai struktur yang lemah/ selaput terlalu tipis, keadaan abnormal dari fetus seperti malpresentasi, kelainan pada serviks atau alat genetalia seperti ukuran serviks yang pendek, multipara dan peningkatan usia ibu, keletihan akibat kerja pada nulipara, serta defisiensi nitrisi. (Mitayani, 2010: 74). Dampak atau komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan premature, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin dan bisa meningkatkan insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal. Pada persalinan premature, setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Pada kehamilan aterm 90 % terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 – 34 minggu 50 % persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.  Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini (KPD), pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Dini (KPD) premature, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini (KPD) meningkat sebanding dengan lamanya periode laten. Hipoksia dan asfiksi, dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksi atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadi gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat. Sindroma deformitas janin, Ketuban Pecah Dini (KPD) yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin serta hipoplasi pulmonar.  (Prawirohardjo, 2008: 678-679). Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya. (http://3rr0rists.net/medical/ketuban-pecah-dini.html)
Adapun upaya-upaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan derajat kesehatan yaitu antara lain meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Bentuk kegiatan upaya promotif pada kasus KPD adalah memberikan pendidikan kesehatan pada saat ANC tentang cara memelihara kesehatan dan menjaga personal hygiene agar kuman atau mikroorganisme tidak masuk melalui vagina yang bisa menyebabkan terjadinya infeksi dan nantinya bisa berakibat terjadinya KPD. (http://enyretnaambarwati.blogspot.com/2010/03/upaya-promosi-kesehatan 31.html). Selain itu resiko kejadian KPD ini dapat dikurangi bila ibu mengkonsumsi suplemen vitamin C pada saat memasuki usia separuh masa kehamilan. (http://mymind-piet.blogspot.com/2009/03/vitamin-c-mencegah-ketuban-pecah-dini.html). Dalam kasus KPD yaitu asuhan antenatal adalah upaya preventif program pelayanan kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan. Untuk melakukan asuhan antenatal yang baik, petugas pelaksana asuhan harus memiliki kompetensi untuk mengenali perubahan homonal, anatomi dan fisiologi yang terkait dengan proses kehamilan. Pemahaman perubahan fisiologis tersebut adalah modal untuk mengenali kondisi patologis kesehatan ibu dan bayi yang dikandungnya, termasuk melakukan rujukan optimal dan tepat waktu. (http://bidanlia.blogspo t.com/2010_06_30_archive.html). Selain itu untuk mengurangi terjadinya pecah ketuban dini, dianjurkan bagi ibu hamil untuk mengurangi aktivitas pada akhir tirwulan kedua dan awal triwulan ke tiga, serta tidak melakukan kegiatan yang membahayakan kandungan selama kehamilan. (http://www.tipskeluarga.com/2010/03/19/mencegah-dan-meng hadapi-pecah-ketu ban-dini/). Upaya kuratif KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan, selama masih beberapa masalah yang masih belum terjawab. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insiden bedah sesar dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insiden korioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi Respiratory Disstres Syndrom (RDS), dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan Ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih besar pada KPD dengan janin kurang bulan adalah Respiratory Disstres Syndrom (RDS) dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi, hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. (http://3rr0rists.net/medical/ketuban-pecah-dini.html). Upaya rehabilitatif (pemulihan kesehatan) adalah upaya promosi kesehatan untuk memelihara dan memulihkan kondisi mencegah kecacatan. Tujuannya adalah pemulihan dan pencegahan kecacatan (tertiary prevention). (http://enyretnaambarwati. blogspot.com/2010/03/upaya-promosi-kesehatan31.html). Namun dalam kasus KPD upaya rehabilitatif tidak ada.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun karya tulis dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Ny. “Y” GII P1001 UK 38 Minggu Inpartu Kala I Fase Aktif Akselerasi dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) di Kamar Bersalin RSUD Kertosono-Nganjuk.
1.2.      Rumusan Masalah
1.2.1        Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan pada latar belakang kenyataan yang ada maka penulisan dapat merumuskan yaitu ”Bagaimana Asuhan Kebidanan pada Ny. “Y” GII P1001 UK 38 Minggu Inpartu Kala I Fase Aktif Akselerasi dengan Ketuban Pecah Dini?”.
1.3.      Tujuan Penulisan
1.3.1       Tujuan Umum
Agar penulis dapat mendapatkan pengalaman nyata dari teori yang selama ini diperoleh dan mampu mengembangkan pola pikir ilmiah dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Ny.” Y ” GIIP1001 UK 38 minggu inpartu kala I fase aktif akselerasi dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan menggunakan manajemen Varney.

1.3.2       Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Ny.” Y ” GIIP1001 UK 38 minggu inpartu kala I fase aktif akselerasi dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) di Kamar Bersalin RSUD Kertosono-Nganjuk. Diharapkan penulis mampu:
1)        Melakukan pengkajian pada Ny.” Y ” GIIP1001 UK 38 minggu inpartu kala I fase aktif akselerasi dengan Ketuban Pecah Dini (KPD).
2)        Merumuskan diagnosa dan masalah pada Ny.” Y ” GIIP1001 UK 38 minggu inpartu kala I fase aktif akselerasi dengan Ketuban Pecah Dini (KPD).
3)        Menentukan antisipasi masalah potensial pada Ny.” Y ” GIIP1001 UK 38 minggu inpartu kala I fase aktif akselerasi dengan Ketuban Pecah Dini (KPD).
4)        Mengidentifikasi kebutuhan segera pada Ny.” Y ” GIIP1001 UK 38 minggu inpartu kala I fase aktif akselerasi dengan Ketuban Pecah Dini (KPD).
5)        Menyusun rencana Asuhan Kebidanan pada Ny.” Y ” GIIP1001 UK 38 minggu inpartu kala I fase aktif akselerasi dengan Ketuban Pecah Dini (KPD).
6)        Melaksanakan Asuhan Kebidanan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan pada Ny.” Y ” GIIP1001 UK 38 minggu inpartu kala I fase aktif akselerasi dengan Ketuban Pecah Dini (KPD).
7)        Mengevaluasi hasil Asuhan Kebidanan pada Ny.” Y ” GIIP1001 UK 38 minggu inpartu kala I fase aktif akselerasi dengan Ketuban Pecah Dini (KPD).
1.4.      Manfaat Penulisan
1.4.1.      Manfaat Teoritis
Dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau tambahan untuk mengembangkan dan menyempurnakan ilmu pengetahuan yang sudah ada.
1.4.2.      Manfaat Praktis
1)        Bagi Lahan Praktek
Sebagai bahan sumbangan pemikiran bagi pihak yang berwenang dalam upaya meningkatkan Asuhan Kebidanan pada ibu hamil multigravida UK 38 minggu inpartu kala I fase aktif akselerasi dengan Ketuban Pecah Dini (KPD).
2)        Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan kepustakaan bagi yang membutuhkan acuan pada penanganan ibu hamil multigravida UK 38 minggu inpartu kala I fase aktif akselerasi dengan Ketuban Pecah Dini (KPD).
3)        Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan pengalaman tentang pembuatan Asuhan Kebidanan pada ibu hamil multigravida UK 38 minggu inpartu kala I fase aktif akselerasi dengan Ketuban Pecah Dini (KPD).
4)        Bagi Klien
Diharapkan ibu dapat menegetahui definisi KPD, tanda dan gejala KPD, akibat dari KPD terhadap ibu dan janin serta upaya promotif, preventif dan kuratifnya.
1.5.      Metode Penulisan dan Pengumpulan Data
1.5.1.      Metode Penulisan
Penyusun karya tulis ini menggunakan metode deskriptif dalam bentuk studi kasus yang menggambarkan secara jelas tentang Asuhan Kebidanan pada Ny.” Y ” GIIP1001 UK 38 minggu inpartu kala I fase aktif akselerasi dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) di Kamar Bersalin RSUD Kertosono-Nganjuk.
1.5.2.      Teknik Penulisan
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1)        Studi Kepustakaan
Untuk memperoleh data dasar klien yang kompherhensif, perawat dapat membaca literatur yang berhubungan dengan masalah klien. Memperoleh literatur sangat membanu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang benar dan tepat. (Nursalam. 2001: 25)



2)        Wawancara
Adalah menanyakan atau tanya jawab yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu komunikasi yang direncanakan. (Nursalam. 2001: 26)
3)        Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan atau pengkajian fisik dalam keperawatan dipergunakan untuk memperoleh data obyektif dari riwayak keperawatan klien. Fokus pengkajian fisik yang dilakukan perawat adalah pada kemampuan fungsional klien. Ada 4 teknik dalam pemeriksaan fisik (IPPA): 1) inspeksi; 2) palpasi; 3) perkusi; dan 4) auskultasi. (Nursalam. 2001: 30)
4)        Observasi
Adalah mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien. (Nursalam. 2001: 30)
5)        Studi Dokumentasi/ Catatan Klien
Catatan klien ditulis oleh anggota tim kesehatan dapat dipergunakan sebagai simber informasi di dalam riwayat keperawata. Untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu, sebelum mengadakan interaksi kepada klien, perawat hendaknya membaca catatan klien terlebih dahulu. Hal ini membantu perawat dalam memfokuskan pengkajian keperawatan dan memperluas informasi yang diperoleh dari klien. (Nursalam. 2001: 24)
1.6.      Lokasi dan Waktu Penulisan
1.6.1        Lokasi Penulisan
Lokasi pengambilan studi kasus ini dilakukan di Kamar Bersalin RSUD Kertosono-Nganjuk
1.6.2        Waktu Penulisan
Waktu pelaksanaan Asuhan Kebidanan ini dilakukan pada tanggal 10 Maret 2011
1.7.      Sistematika Penulisan
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini disusun secara sistematis menjadi lima Bab dengan susunan sebagai berikut :
BAB I      PENDAHULUAN
Berisi tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan dan Pengumpulan Data, Lokasi dan Waktu Penulisan, Sistematika Penulisan
BAB II     TINJAUAN PUSTAKA
Menguraikan tentang Konsep Dasar Persalinan Normal, Konsep Dasar Teori Kala II, Konsep Dasar Teori Partograf, Konsep Dasar Vagina Toucher, Konsep Dasar Teori KPD, Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Ny.” Y ” GIIP1001 UK 38 minggu inpartu kala I fase aktif akselerasi dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) menurut Hellen Varney.
BAB III   TINJAUAN KASUS
Menguraikan tentang pengkajian, identifikasi diagnosa masalah dan kebutuhan, antisipasi masalah potensial, identifikasi kebutuhan segera, intervensi, implementasi, evaluasi.
BAB IV   PEMBAHASAN
Menguraikan tentang kesamaan dan kesenjangan antara teori yang ada dengan kenyataan yang sebenarnya.
BAB V     PENUTUP
Menguraikan tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1         KONSEP DASAR PERSALINAN NORMAL
2.1.1        Definisi Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Persalinan aterm adalah persalinan antara usia kehamilan 37 dan 42 minggu, berat janin diatas 2500 gram. (Ida Ayu Chandranita Manuaba, 2010: 164).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. (APN, 2008: 37).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. (Sarwono Prawirohardjo, 2005:180).
14
Persalinan adalah fungsi seorang wanita, dengan fungsi ini produksi konsepsi (janin, air ketuban, placenta dan selaput ketuban) dilepas dan dikeluarkan dari uterus melalui vagina ke dunia luar. (Harry Oxorn & William R.Forte, 2010:103).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. (Arif Mansjoer. 2001: 291).
2.1.2        Bentuk Persalinan
1.         Persalinan spontan atau normal
Adalah bila bayi lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi
2.         Persalinan luar biasa atau abnormal
Adalah bila bayi dilahirkan pervaginam tapi dengan bantuan tenaga dari luar, misalnya persalinan pervaginam dengan cunam
3.         Persalinan Induksi
Adalah bila bayi dilahirkan pervaginam tapi baru berlangsung setelah melakukan pemecahan ketuban, penyuntikan oksitosin dan sebagainya.
(Prawirohardjo. 2005 : 180).
2.1.3        Proses Terjadinya Persalinan
Bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kekuatan his. Perlu diketahui bahwa ada dua hormon yang dominan saat hamil, yaitu:
1.      Estrogen yang meningkatkan sensitivitas otot rahim, memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis
2.      Progesteron yang menurunkan sensitivitas otot rahim, menyulitkan penerimaan rangsang dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis, dan menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi.
Estrogen dan progesteron terdapat dalam keseimbangan sehingga kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofise pars posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton Hicks. Kontraksi Braxton Hicks akan menjadi kekuatan dominan saat mulainya persalinan, oleh karena itu makin tua usia kehamilan frekuensi kontraksi makin sering.
Oksitosin diduga bekerja bersama prostaglandin yang makin meningkat mulai dari usia kehamilan minggu ke-15. Disamping itu, faktor gizi ibu hamil dan keregangan otot rahim dapat memberikan pengaruh penting untuk dimulainya kontraksi rahim. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan beberapa teori yang menyatakan kemungkinan proses persalinan.
Dengan penurunan hormon progesteron menjelang persalinan dapat terjadi kontraksi. Kontraksi otot rahim menyebabkan:
1.      Turunya kepala, masuk pintu atas panggul, terutama pada primigravida minggu ke-36 dapat menimbulkan sesak dibagian bawah, diatas simfisis pubis dan sering ingin berkemih atau sering kencing karena kandung kemih tertekan kepala
2.      Perut lebih melebar karena fundus uteri turun
3.      Muncul saat nyeri dibagian pinggang karena kontraksi ringan otot rahim dan tertekannya pleksus Frankenhauser yang terletak sekitar serviks (tanda persalinan palsu)
4.      Terjadi perlunakan serviks karena terdapat kontraksi otot rahim
5.      Terjadi pengeluaran lendir, lendir penutup serviks dilepaskan.
(Ida Ayu Chandranita Manuaba. 2010: 166-167)
Tabel 2.1
Teori Kemungkinan Terjadinya Persalinan
Teori
Uraian
Teori Keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregng dalam batas tertentu.
Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu, sehigga menimbulkan proses persalinan.
Teori Penurunan Progesteron
Proses penuaan plasenta terjadi saat usia kehamilan 28 minggu, karena terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh mengalami penyempitan dan buntu.
Produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin.
Akibatnya otot rahim mlai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
Teori Oksitosin Internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior.
Perubahan keseimbangan esterogen dan progesteron dapat mengubah sensitifitas otot rahim, sehingga sering terjadi Braxton Hicks.
Dengan menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkat aktivitas, sehingga persalinan dapat dimulai.
Teori Prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak usia kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua.
Pemberian prostaglandi saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan
Teori Hipotalamus-Hipofisis dan Glandula Suprarenalis
Teori ini menunjukkan pada kehamilan degan anensefalus sering terjadi kelambaan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh Linggin 1973.
Pemberian kortikosteroid dapat menyebabkan maturitas janin, induk(mulainya) persalinan.
Dari percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-hipofisis dengan mulainya persalinan.
Glandula suprarenal merupakan pemula terjadinya persalinan.
Sumber: Ida Ayu Chandranita Manuaba, 2010: 168
2.1.4        Tanda-Tanda Permulaan Persalinan
1.        Lightening terjadi 2 atau 3 minggu sebelum dan merupakan sensasi subyektip yang dirasakan oleh ibu ketika janin mulai menempati segmen bawah rahim
2.        Engagement terjadi 2 sampai 3 minggu sebelum kehamilan cukup bulan pada gravida
3.        Sekresi vagina bertambah banyak
4.        Turunnya berat badan oleh karena ekskresi cairan tubuh
5.        Sumbat lendir dikeluarkan dari serviks
6.        Ada lendir darah (bloody show)
7.        Cervix menjadi lunak dan mendatar
8.        Nyeri pinggang yang terus-menerus
9.        Terjadi his palsu dengan bermacam-macam frekuensi
(Harry Oxorn & William R.Forte, 2010:104).
2.1.5        Tanda-Tanda Inpartu
1.        Penipisan dan pembukaan servik
2.        Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit)
3.        Cairan lendir bercampur darah (bloody show)
(APN, 2008: 37).
2.1.6        Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Persalinan
1.        Passenger (penumpang, yaitu janin dan plasenta)
Cara penumpang (passenger) atau janin bergerak disepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yakni: ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin.
(Bobak, Lowdermik Jensen. 2004: 235)
2.        Passageway (jalan lahir)
Jalan lahir dari panggul ibu yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul, vagina dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak, khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang pengeluaran bayi tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku. Oleh karena itu ukuran panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai
(Bobak, Lowdermik Jensen. 2004: 235)
3.        Powers (kekuatan)
Ibu melakukan kontraksi involunter dan volunter secara bersamaan untuk mengeluarkan janin dan plasenta dari uterus. Kontraksi  uterus involunter, yang disebut kekuatan primer menandai dimulainya persalinan. Apabila serviks berdilatasi usaha volunter dimulai untuk mendorong yang disebut kekuatan sekunder, yang memperbesar kekuatan kontraksi involunter.
(Bobak, Lowdermik Jensen. 2004: 235)
Pada persalinan normal intensitas atau amplitude kontraksi bervariasi dari 30 hingga 50 mmHg dan frekuensinya adalah 2 hingga lima kontraksi per 10 menit.
(Harry Oxorn & William R.Forte, 2010:531)
4.        Posisi ibu
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan. Posisi tegak memberi sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat rasa letih hilang, memberi rasa nyaman, dan memperbaiki sirkulasi (Melzack, dkk.,1991). Posisi tegak meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk, dan jongkok.
(Bobak, Lowdermik Jensen. 2004: 235)
5.        Psychologic respons (respons psikologis)
Penampilan dan perilaku wanita serta pamasangan secara keseluruhan merupakan petunjuk yang berharga tentang jenis dukunganyang ia akan perlukan, faktor-faktor yang perlu dikaji mencakup hal-hal berikut : interaksi verbal, bahasa tubuh, kemampuan persepsi, tingkat ketidak nyamanan.
(Bobak, Lowdermik Jensen. 2004: 235).
2.1.7        Kala Persalinan
1.        Kala I (Kala Pembukaan)
Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lender yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka .
Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase:   
a.    Fase Laten
Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sanagt lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.
b.    Fase aktif berlangsung selama 6 jam dan dibagi 3 subfase
1)   Periode akselerasi berlangsung selama 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm
2)   Dilatasi maksimal selama 2 jam pembukaan cepat dari 4 cm menjadi 9 cm
3)   Deselarasi berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap 10 cm
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif dan fase deselerasi terjadi lebih pendek.
(Sarwono Prawirohardjo, 2005:182).
Tabel 2.2
Perbedaan Fase Laten Dengan Fase Aktif


PEMBUKAAN
WAKTU
Fase laten
Fase aktif
a. Fase Akselerasi
b. Fase dilatasi maksimal
c. Deselerasi
0 – 3 cm
3 – 9 cm
3 – 4 cm
4 – 9 cm
9 – 10 cm
+ 6 – 7 jam
6 jam
2 jam
2 jam
2 jam
Sumber : Ilmu Kebidanan, 2005: 182
2.        Kala II
Yaitu kala pengeluaran janin dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lehirnya bayi.
Tanda dan gejala kala dua persalinan :
a.    Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
b.    Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum dan/atau vaginanya
c.    Perineum terlihat menonjol
d.    Vulva vagina dan sfingter ani terlihat membuka
e.    Peningkatan pengeluaran lendir bercampur darah
(APN, 2008: 75).
3.        Kala III
Yaitu waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya placenta dan selaput ketuban.
Manajemen aktif kala  III
Tujuan    :   Manajemen aktif akla III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu kala III persalinan dan mengurangi kehilangan darah dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis,
Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala III
a.    Kala III persalinan yang lebih singkat
b.    Mengurangi jumlah kehilangan darah
c.    Mengurangi kejadian retensio plasenta
Manajemen aktif kala III
a.    Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah kelahiran bayi
b.   Melakukan penegangan tali pusat terkendali
c.    Rangsangan taktil fundus uteri (masase)
(APN, 2008: 123-125).



4.        Kala IV
Yaitu mulai dari lahirnya uri selama 1-2 jam. Pemantauan dilakukan 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan, setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.
Penyebab perdarahan pasca persalinan :
a.         Atonia uteri
b.         Sisa selaput/plasenta
c.         Robekan jalan lahir
d.         Gangguan pembekuan darah
Asuhan dan pemantauan pada kala IV
a.         Melakukan rangsangan taktil untuk merangsang kontraksi
b.         Evaluasi tinggi fundus
c.         Memperkirakan jumlah darah yang hilang
d.         Memeriksa adanya robekan
e.         Evaluasi kondisi ibu secara umum
f.           Dokumentasi
(APN, 2008: 123-125).
Tabel 2.3
Lama Persalinan pada Primigravida dan Multigravida
Kala persalinan
Primigravida
Multigravida
Kala I
Kala II
Kala III
Kala IV
10 - 12 jam
1 - 1,5 jam
10 menit
2 jam
6 – 8 jam
0,5 – 1 jam
10 menit
2 jam
Jumlah (memasukkan kala IV yang bersifat observasi)
10 – 12 jam
8 – 10 jam
 Sumber: Ida Ayu Chandranita Manuaba ,2010: 175
2.1.8        Perubahan Fisiologi Ibu pada Persalinan
1.         Tekanan darah
Meningkat selama kontraksi dengan tekanan sistolik rata-rata 15 (10-20)mmHg dan tekanan diastole meningkat rata-rata 5-10 mmHg. Di antara kontraksi, tekanan darah kembali ke tekanan sebelum persalinan. Perubahan posisi ibu dariterlentang ke posisi miring mengurangi perubahahn tekanan darah selama kontraksi. Nyeri, rasa takut, dan khawatir akan semakin meningkatkan tekanan darah
2.         Metabolisme
Selama persalinan, metabolisme karbohidrat aerobic dan anaerobic terus meningkat. Peningkatan ini sebagaian besar karena kecemasan dan aktivitas otot rangka. Peningkatan aktivitas metabolic ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, nadi, pernapasan, curah jantung, dan kehilangan cairan
3.         Suhu
Sedikit meningkat sepanjang proses persalinan, paling tinggi selama dan sesaat hingga satu derajat Celsius. Peningkatan ini mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi selama persalinan


4.         Nadi (frekuensi jantung)
Terjadi perubahan mencolok selama kontraksi yaitu nadi meningkat pada saat peningkatan kontraksi, menurun pada saat puncak kontraksi hingga mencapai frekuensi yang lebih rendah daripada frekuensi nadi diantara kontraksi dan meningkat kembali pada saat penurunan kontraksi hingga mencapai frekuensi nadi diantara kontraksi. Penurunan mencolok pada saat puncak kontraksi uterus tidak terjadi jika wanita berada dalam posisi miring, bukan posisi terlentang. Frekuensi nadi dianatara kontraksi sedikit lebih tinggi dibandigkan pada periode sesaat sebelum persalinan. Hal ini menunjukkan peningkatatn metabolisme yang terjadi selama persalinan
5.         Pernapasan
Frekuensi pernapasan yang sedikit meningkat merupakan temuan normal selama persalinan dan ini mencerminkan peningkatan metabolisme yang sedang terjadi.hiperventilasi yang berkepenjangan merpakakan temuan abnormal dan dapat mengakibatkan alkalosis.
6.         Perubahan pada ginjal
Poliuria sering terjadi selama persalinan. Hal itu mungkin merupakakan akibat lebih lanjut dari peningkatan curah jntung selam persalinan dan kemungkinan peningkatan laju filtrasi glomerulus dan aliran plasma ginjal. Poliuria sedikit berkurang pada posisi terlentang yang menyebabkan penurunan aliran urin selama kehamilan. Proteinuria ringan (+1) umum terjadi pada sepertiga hingga separuh wanita bersalin. Proteinuria +2 dan diatas +3 merupakan kondisi abnormal.
7.         Perubahan pada gastrointestinal
Mortilitas lambung dan absorbsi makanan padat sangat menurun. Hal ini, ditambah dengan penurunan sekresi getah lambung selam apersalinan, membuat pencernaan menjadi benar-benar berhenti sehingga waktu pengosongan lambung sangat lama. Cairan tidak terpengaruh dan meninggalkan lambung dalam waktu seperti biasanya. Makanan yang dikonsumsi sesaata sebelum persalinan atau fase prodromal atau fase laten persalinan kemungkinan akan tetap berada di lambung sepanjang proses persalinan.
8.         Perubahan hematologis
Hemoglobin meningkat rata-rata 1,2 g/100ml selama persalinan dan kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari pertama pascaersalina jika tidak terjadi kehilangan darah yang abnormal. Waktu koagulasi darah berkurang dan terjadi peningkatan lebih lanjut fibrinogen plasma selama persalinan.
(Jan M. Kriebs, Carolyn L. Gegor. 2009: 335-337)
2.1.9        Mekanisme Persalinan
Gerakan-gerakan janin pada persalinan :
1.         Engagement dan Penurunan
Menurut definisi Engagement (Gambar 2.1) terjadi apabila diameter terbesar bagian terendah janin telah melewati PAP .
Gambar 2.1
Engaged

Sumber: (Harry Oxorn & William R.Forte, 2010:61)
Pada presentasi kepala diameter terbesarnya adalah diameter biparietalis, antara kedua tuber parietale . Pada presentasi bokong adalah diameter intertrochanterika. Terjadinya engagement ditentukan dengan pemeriksaan abdominal, vaginal dan rectal. Pada primigravida engagement biasanya terjadi 2-3 minggu sebelum cukup bulan. Pada multigravida engagement dapat terjadi setiap saat sebelum atau sesudah mulainya persalinan. Engagement membuktikan bahwa PAP cukup besar. Akan tetapi tidak memberi gambaran mengenai PTP dan PBP. Tidak terjadinya engagement  pada primigravida merupakan indikasi untuk pemeriksaan lebih lanjut untuk mengesampingkan disproporsi, kedudukan abnormal, atau obstruksi jalan lahir. Terjadinya engagement  pada kasus normal dipengaruhi oleh tonus uterus dan otot-otot dinding perut. Keadaan bagian terendah janin yang seluruhnya masih ada diluar panggul dan dapat bebas digerakkan diatas PAP disebut floating (Gambar 2.2)
Gambar 2.2
floating
Sumber: (Harry Oxorn & William R.Forte, 2010:61)
Apabila bagian janin telah melewati PAP tetapi engagement belum terjadi maka keadaan ini disebut dipping (Gambar 2.3).
Gambar 2.3
dipping
Sumber: (Harry Oxorn & William R.Forte, 2010:61)
Engagement pada Sinklitismus
Pada presentasi kepala engegement terjadi apabila diameter biparietalis telah melewati PAP. Kebanyakan kepada engage dengan sutura sagitalis (diameter anteroposterior) ada pada diameter tranversa panggul. Kedudukan tersering pada waktu engagement adalah oksiput kiri lintang. Apabila diameter biparietalis kepala janin sejajar dengan bidang-bidang panggul, maka kepala ada di synclitismus. Sutura sagitalis berada di tengah-tengah antara bagian depan dan belakang pangul. Kalau keadaannya tidak demikian maka kepala dikatakan  ada dalam asynclitismus. Engagement pada synclitismus terjadi kalau uterus tegak lurus dengan PAP dan panggul luas.(Gambar 2.4).
Gambar 2.4
Synclitismus pada PAP
Sumber: (Harry Oxorn & William R.Forte, 2010:65)
Kepala masuk bidang panggul dengan bidang diameter biparietalis sejajar dengan PAP, sutura sagitalis terletak tengah-tengah antara sympisis pubis dengan promotorium dan tuberparietal kanan kiri masuk pangul bersama-sama.

Asynclitismus Posterior (Obliquaitas Litzmann)
Pada kebanyakan wanita dinding perut menjaga uterus hamil agar tetap pada posisi tegak dan mencegah agar tidakmenjadi tegak lurus dengan bidang PAP. Pada waktu kepala mendekati panggul os parietale belakang letaknya laebih rendah dari pada os parietale depan, sutura sagitalis lebih dekat kearah sympisis dari pada ke arah promotorium. Dan diameter biparietalis miring terhadap bidang PAP. Keadaan ini adalah Asynclitismus posterior (Gambar 2.5). Asynclitismus posterior merupakan mekanisme yang umum pada wanita normal dan lebih sering terjadi dari pada engagement dengan synclitismus atau ansynclitismus anterior.
Gambar 2.5
Asynclitismus posterior
(Sumber: (Harry Oxorn & William R.Forte, 2010:65)


Asynclitismus Anterior (Obliquitas Naegele)
Apabila otot-otot dinding perut kendor dan abdomen menggantung (pendulous) sehingga uterus dan janin jatuh kedepan, atau apabila panggulnya abnormal dan mencegah terjadinya asynclitismus posterior yang lebih lazim, maka kepala masuk panggul dengan asynclitismus anterior (Gambar 2.6).
Gambar 2.6
Asynclitismus Anterior
Sumber: (Harry Oxorn & William R.Forte, 2010:67)
Pada mekanisme ini os parientale depan turun dahulu, tuber parietale depan melewati symphysis pubis masuk ke dalam panggul, dan sutura sagitalis terletak lebih dekat ke arah promotorium daripada kearah symphysis pubis. Mekanisme engagement pada asynclitismus anterior adalah kebalikan dari mekanisme pada  asynclitismus posterior. Pada kepala yang masuk panggul dengan asynclitismus ada keuntungan mekanis. Pada waktu kedua tuber parietale bersama-sama memasuki PAP (synclitismus) diameter paling bawah adalah diameter biparietalis yang berukuran 9,5 cm. Dengan demikian engagement pada asynclitismus memungkinkan kepala yang lebih besar melalui PAP daripada kalau kepala masuk dengan diameter biparietalisnya sejajar dengan bidang PAP (Gambar 2.7)
Gambar 2.7
Synclitismus dalam panggul
Sumber: (Harry Oxorn & William R.Forte, 2010:67)
Penurunan
Penurunan yang meliputi engagement pada diameter obligua kanan panggul, berlangsung terus selama persalian normal pada waktu janin melaui jalan lahir. Gerakan-gerakan lainnya melalui penurunan ini pada primigravida harus sudah memulai penurunan persalian, mulai sudah harus terjadi penurunan pada kepala yang jelas dengan proses engagement (Gambar 2.8 dan gambar 2.9), asal tidak dispoporsi dan segmen bawah rahim sudah terbentuk dengan baik. Pada multipara mungkin engegement  tidak terjadi sampai persalianan betul-betul berjalan dengan baik. Penurunan disebabakan oleh tekanan uterus kebawah, dan pada kala II dibantu  daya mengejan dari pasien dan sedikit gaya berat.
Mekanisme persalinan: LOA. Permulaan persalinan
Gambar 2.9
Pandangan lateral
Gambar 2.8
Pandangan vaginal
Sumber: (Harry Oxorn & William R.Forte, 2010:87)
2.         Fleksi
Sebelum persalinan mulai sudah terjadi fleksi sebagian oleh karena ini merupakan sikap alamiah janin dalam uterus. Tahanan dari penuruanan kepala menyebabkan bertambanhya fleksi. Occiput turun mendahului sinciput, UUK lebih rendah dari pada bregma dan dagu janin mendekati dadanya (Gambar 2.10 dan gambar 2.11). Biasanya ini terjadi di PAP, tetapi mungkin baru sempurna setelah bagian terendah mencapai dasar panggul. Efek daripada flexi adalah untuk merubah diameter terendah dari occipitofrontalis (11,0 cm) menjadi suboccipitobregmatika (9,5 cm) yang lebih kecil dan lebih bulat.

Gambar 2.11
Pandangan lateral
Gambar 2.10
Pandangan vaginal
Descensus dan fleksi kepala
Sumber: (Harry Oxorn & William R.Forte, 2010:87)
3.         Putar paksi dalam
Sebagian besar panggul mempunyai PAP yang berbentuk oval melintang. Diameter anteroposterior PTP  sedikit lebih panjang dari pada diameter transversa. PBP berbentuk ovale anteroposterior seperti kepala janin. Sumbu panjang kepala janin harus sesuai dengan sumbu panjang panggul ibu. Karenanya kepala janin yang msuk PAP pada diameter transversa atau obliqua harus berputar ke diameter anteroposterior supaya dapat lahir. Inilah maksud putar paksi dalam.(Gambar 2.12)
Gambar 2.12
Putar paksi dalam LOA--OA
Sumber: (Harry Oxorn & William R.Forte, 2010:89)
4.         Ekstensi dan Restitusi
Exstensi (Gambar 2.13) pada dasarnya ditentukan oleh kekuatan (1) kontraksi uterus yang menimbukan tekanan kebawah ,dan (2) dasar panggul yang memberikan tahanan. Perlu diperhatikan bahwa dinding depan panggul (pubis) panjangnya hanya 4 sampai 5 cm sedangkan dinding belakang (sacrum) 10 sampai 15 cm. Dengan demikian sinciput harus menempuh jarak yang lebih panjang dari pada occiput. Dengan semakin turunnya kepala terjadilah penonjolan perineum diikuti dengan kepaa membuka pintu (Crowning). Occiput lewat melalui PAP perlahan-lahan dan tengkuk menjadi titik putar diangulus pubicus. Kemudian dengan proses ekstensi yang cepat sinciput menelusuri sepanjang sacrum dan berturut-turut  lahirlah bregma, dahi, hidung, mulut dan dagu melalui perineum.
Gambar 2.13
Ekstensi kepala: saat lahir
Sumber: (Harry Oxorn & William R.Forte, 2010:91)
Restitusi
Pada waktu kepala mencapai dasar panggul maka bahu memasuki panggul (Gambar 2.14). Oleh karena panggul tetap berada dalam diameter obliqua sedangkan kepala berputar ke depan, maka leher ikut  terputar. Begitu kepala dilahirkan dan bebas dari panggul maka leher berputar kembali dan kepala mengadakan restitusi kembali 45° (OA menjadi LOA) sehingga hubungannya dengan bahu dan kedudukannya dalam panggul menjadi normal kembali.
Gambar 2.14
Resusti: OA menjadi LOA
Sumber: (Harry Oxorn & William R.Forte, 2010939)
5.         Putar paksi luar
Putar paksi luar merupakan manifestasi putar paksi dalam dari pada bahu. Pada waktu bahu mencapai dasar panggul bahu depan dibawah sympisis dan diameter bisacromialis berputar dari diameter obliqua kiri menjadi diameter anteroposterior panggul. Dengan begini maka diameter memanjang bahu dapat sesuai dengan diameter memanjang PBP. Kepala yang telah berputar kembali 45° untuk mengembalikan hubungan normal dengan bahu, sekarang berputar 45° lagi untuk mempertahankannya: LOA menjadi LOT (Gambar 2.15).
Gambar 2.15
Putar paksi luar: LOA--LOT
Sumber: (Harry Oxorn & William R.Forte, 2010:95)
6.         Ekspulsi
Pada waktu kepala tampak di PBP, bahu memasuki PAP. Mekanisme engage pada diameter oblique yang berlawanan dengan kepala. Kontraksi uterus dan hejan perut oleh ibu mendorong janin ke bawah. Bahu depan mencapai dasar panggul pertama-tama dan berputar ke depan di bawah symphysis. Berputarnya bahu ke depan berlawanan arah dengan putaran kepala ke depan. Bahu depan lahir di bawah symphysis pubis dan menjadi titik putar disana (hypomoklion) (Gambar 2.16).
Gambar 2.16
Kelahiran bahu depan
Sumber: (Harry Oxorn & William R.Forte, 2010:99)
Kemudian bahu belakang lahir melalui penium dengan gerakan flexi lateral (Gambar 2.17). Setelah bahu dilahirkan maka bagian tubuh janin lainnya lahir dengan hejan perut ibu tanpa mekanisme yang khusus dan tanpa kesulitan.

Gambar 2.17
Kelahiran bahu belakang
                 
(Sumber: Harry Oxorn & William R. Forte. 2010:99).
2.1.10    Posisi Ibu Dalam Meneran
1.        Posisi Duduk atau Setengah Duduk
Posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memberikan kemudahan baginya untuk beristirahat diantara kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya gravitasi untuk membantu ibu melahirkan bayinya.




Gambar 2.18
Posisi duduk atau setengah duduk
(Sumber: APN. 2008: 80)
2.        Jongkok atau Berdiri
Jongkok atau berdiri membantu mempercepat kemajuan kala II persalinan dan mengurangi rasa nyeri.
3.        Merangkak atau Berbaring Miring Ke Kiri
Beberapa ibu merasa bahwa merangkak atau berbaring miring ke kiri membuat mereka lebih nyaman dan efektif untuk meneran. Kedua posisi tersebut juga akan membantu perbaikan posisi oksiput yang melintang untuk berputar untuk menjadi posisi oksiput anterior. Posisi merangkak seringkali membantu ibu  mengurangi nyeri punggung pada saat persalinan. Posisi berbaring miring ke kiri kemudahan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi jika ia mengalami kelelahan dan juga dapat mengurangi resiko terjadinya laserasi perineum.





Gambar 2.19
Posisi jongkok atau berdiri
(Sumber: APN. 2008: 82)
4.        Posisi merangkak atau berbaring miring ke kiri
Beberapa ibu merasa bahwa merangkak atau berbaring miring ke kiri membuat mereka lebih nyaman dan efektif untuk meneran. Kedua posisi tersebut juga akan membantu perbaikan posisi oksiput yang melintang untuk berputar menjadi posisi oksiput anterior. Posisi merangkak seringkali membantu ibu mengurangi nyeri punggung saat persalinan. Posisi berbaring miring ke kiri memudahkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi jika ia mengalami kelelahan dan juga dapat mengurangi resiko terjadinya laserasi perineum.
 




Gambar 2.20
Posisi merangkak atau berbaring miring ke kiri
(Sumber: APN. 2008 : 82)
2.2         KONSEP TEORI KALA II : (58 LANGKAH APN)
A.       Mengenali Gejala dan Tanda Kala II
1.        Mendengar dan melihat adanya taanda persalinan kala dua
a.    Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran.
b.   Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rectum dan vagina.
c.    Perineum tampak menonjol.
d.   Vulva dan sfingter ani membuka.
B.       Menyiapkan Pertolongan Persalinan.
2.        Pastikan kelengkapan peralatan, bahan, obat-obatan esensial untuk menolong persalinan darimenatalaksanaan komplikasi ibu dan bayi baru lahir, untuk asfiksia, tempat datar dank eras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt, dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi.
a.    Mengeler kain diatas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu kiri.
b.   Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril 1 kali pakai didalam partus set.
3.        Pakai celemek plastic.
4.        Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pibadi yang bersih dan kering.
5.        Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk periksa dalam.
6.        Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik, gunakan tangan DTT dan steril (pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik).
C.       Memastikan pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik.
7.        Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke belakang dengsn menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.
a.    Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan denga seksama dari arah depan ke belakang.
b.   Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi)dalam wadah yang tersedia.
c.    Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam dalam larutan klorin 0,5 %→ langkah ≠ 9).
8.        Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.
9.        Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5 % kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalamlarutan 0,5% selama 10 menit, cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10.    Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/ saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 X/menit).
a.    Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
b.   Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil- hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.        
D.       Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan Meneran.
11.    Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baikdan Bantu ibu dalam menemukan posissi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.
a.    Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan yang ada.
b.   Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.
12.    Minta keluarga membatu menyiapkan posisi meneran (bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, Bantu ibu ke posisi sebagian duduk atau posisi yang lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
13.    Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran :
a.    Bimbing ibu agar dapat meneran secara efektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar